Hatiku yang rumpang menganga dengan semak belukar pertanyaan Mengapa engkau patuh Laksmana? Untuk apa kepatuhanmu? Tidakkah ada duri di dalam kepatuhanmu Lama aku bertopang dagu Bersama Laksmana selepas pembuangan kakak iparnya Ia mengecup punggung tanganku memohon maaf, tanpa memahami muasal kesalahannya Di dalam hutan yang lembab Laksmana menyeka peluh yang mengalir dari alisku Aku merasakan pembangkangan tersekap diam-diam dalam matanya "Mengapa kau patuh Laksmana?" Tanyaku saat ia menekan bibirnya ke bibirku Laksmana menciumku tanpa tarikan nafas Cium yang tidak biasa Dilakukan para ksatria Kecupan itu menyihir waktu Bibirnya dan bibirku melekat rapat Begitu panjangnya sampai dadaku kosong tanpa udara Aku meminta padanya, urungkan kepatuhannya Seperti episode berciuman ini Biarkan keras hatinya yang berkuasa Aku memberinya salam perpisahan Dengan bibir terlapis madu nirwana Aku menjelaskan padanya, "Laksmana, Aku akan membaca ulang cerita ini Buku ini akan kembali pada halaman pertama Aku meminta padamu, tundalah tugas-tugasmu ingatlah cinta kita biarkan kecupanku membawamu dalam bab yang baru." Tiba akhirnya, pada adegan pembakaran Sinta Kebencian tersemat di mata orang-orang Keraguan di gemetar pelipis Rama Sinta akan terpatah hatinya Ia berkata tercabut dari martabatnya, "Laksmana, nyalakan api.." Lama Laksmana mencuri pikiran Kemudian ia berkata, "Tidak."